Jumat, 01 April 2011

REVITALISASI KONDISI MIKRO DAN MAKRO SEKTOR JALAN

Saat ini, seringkali berbagai media elektronik maupun media cetak memberitakan permasalahan transportasi kondisi riil jalur transportasi darat khususnya jalan raya, salah satunya jalur Pantura (pantai utara). Untuk menjawab permasalahan kerusakan jalan jalur pantura, pemerintah merencanakan pembangunan jalan tol di wilayah tersebut sepanjang 1000 km.

Dari data historis, semenjak tahun 2000 sektor jalan yang panjangnya (N+P+K) kira-kira 300.000 km. Secara keseluruhan program pembangunan, pemeliharaan dan rehabilitasi serta operasinya membutuhkan dana sekitar Rp.3,3 triliun termasuk pinjaman luar negeri. Untuk mendapatkan hasil jalan yang baik dan terpelihara, berdasarkan data IRMS (Interurban Road Management System) diperlukan dana kira-kira Rp.10 triliun pertahun.

Kira-kira sisa kebutuhan dana sebesar Rp 6,7 triliun, akan dibebankan kepada siapa?karena besarnya anggaran dana tersebut sangat memberatkan pemerintah dalam usaha menjawab perbaikan infrastuktur jalan di negeri ini. Pertanyaan mendasar! Sanggupkah pemerintah dengan keterbatasan anggaran pendapatan belanja negara (APBN) menanggulangi krsisis infrastuktur?

Adapun rencana pemerintah yang hendak membangun jalan tol 1000 km dijalur pantura perlu dipertimbangkan lagi dengan merancang suatu langkah alternatif .

Jalan lintas antar propinsi merupakan salahsatu jalur utama dan strategis bagi pelayanan moda transportasi antar daerah. Oleh karena populasi kendaraan yang melintas yang sangat padat, juga mempengaruhi kondisi jalan. Karena kerusakan jalan tidak hanya disebabkan oelh faktor volume lalu-lintas kendaraan tapi yang paling mendasar adalah standarisasi komposisi perencanaan perkerasan jalan yang tidak maksimal, penyempitan lebar jalan hingga menimbulkan kemacetan. Dan keberadaan jembatan timbang lebih diaktifkan sesuai dengan fungsi dasarnya menjaga standar beban muatan kendaraan. Dimana Umumnya kendaraan yang melintas dijalan lintas propinsi sebagian besar angkutan umum dan barang dibandingkan kendaraan pribadi. Sangatlah disesalkan ditempat lembaga pengontrol jalan dan kendaraan tersebut maraknya praktek sogok menyogok, pungutan liar antar petugas dan sopir. Nah! Kondisi inilah yang mempercepat rusaknya jalan raya.

Di sisi lain penentuan perencanaan jalan raya perlu mempertimbangkan faktor geologis (iklim), tatguna lahan, lingkungan. Seperti alnya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), karena pembangunan jalan sangat berpengaruh teradap stabilitas lingkungan sekitar. Diperlukan mekanisme perkiraan umur kinerja jalan raya akibat beban lalu-lintas tiap tahunnya, dengan menggunakan Trial and Error (percobaan dan kesalahan). Artinya standarisasi umur rencana dari jalan raya sangat dipengaruhi oleh segi efektifitas dan efisiensi praperencanaan maupun pelaksanaan dan pasca pelaksanaan maupun proses pelaksanaannya.

Sebelum mengambil langkah alternatif Kondisi mikro diatas harus lebih dulu dilakukan. Artinya reformasi awal yang bersifat makro seperti RUU Jalan berupa sektor jalan tol dan reformasi melalui Fee for services (biaya servis) dengan mekanisme Road Fond. tentunya didukung oleh law enforcement (ukum pelaksanaan) teradap aturan-aturan yang telah ada dan tingkat keterbukaan, kompetisi dan transparansi dalam setiap proses pelaksanaan pembangunan.

Apabila kondisi makro tersebut dapat terpenuhi, maka reformasi sektor jalan nantinya dapat menciptakan animo investor swasta untuk berinvestasi yang didukung dengan regulasi aturan main segi mekanisme pelaksanaan kontrak pemeliharaan, model kerjasama, antara pemerintah dengan pihak swasta yang lebih sehat dan saling menguntungkan. Langka-langkah ini akan menjadi indikator utama dalam pengembangan dan usaha perbaikan sektor jalan raya saat ini dan dimasa mendatang. Pilihan dan tanggung jawab kita bersamalah dalam memajukan pembangunan bangsa ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar