Jumat, 01 April 2011

BADAN KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH PROVINSI-PROVINSI KEPULAUAN DAN ROH MARITIM INDONESIA

BADAN KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH PROVINSI-PROVINSI KEPULAUAN DAN ROH MARITIM INDONESIA

Oleh : Bob Rusdin Abdullah Rumba, ST

MEMBANGUN KEMARITIMAN INDONESIA

Laut nusantara bukan hanya merupakan tempat ikan dan terumbu karang yang indah dipandang mata, tetapi juga harus dipandang sebagai ruang kehidupan manusia Indonesia, yaitu manusia maritime.

Untuk menciptakan kekuatan maritim nasional yang tangguh , diperlukan berbagai upaya pembangunan, yaitu :

1. Membangun ekonomi maritim yang potensial, yakni transportasi dan perhubungan laut, pelabuhan dan industry perkapalan, perikanan tangkap dan budi daya, wisata bahari, energy dan sumber daya mineral dilaut.

2. Membangun sumber daya maritim yang memiliki wawasan dan nilai-nilai budaya bahari yang bersifat terbuka (cosmopolitan), egaliter (demokrasi), dinamis dan tak terbatas pada egoism territorial yang sempit, ditambah dengan penguasaan Ilmu pengetahuan dan teknologi.

3. Membuat tata ruang maritime yang jelas untuk menumbuhkan pengelolaan dan terciptanya kekuatan ekonomi maritim.

4. Mebangun system hukum maritim yang jelas maupun penegakan kedaulatan secara nyata dilaut.

Provinsi berbasis daratan : mempunyai cirri-ciri luas wilayah daratnya lebih dominan dan pendapatan masyarakat didominasi oleh sector daratannya.

Provinsi berbasis maritim : mempunyai cirri-ciri luas wilayah lautnya lebih luas dari daratannya dan pendapatan masyarakatnya didominasi oleh sector laut/maritimnya. (Maluku, Maluku utara, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara)

Deklarasi Ambon 10 Agustus 2005 oleh 7 provinsi kepulauan, “meminta perlakuan yang wajar dari pemerintah terhadap provinsi kepulauan yang memiliki karakteristik khsusus dan berbeda dengan provinsi lainnya di Indonesia. Deklarasi ini secara tegas menyatakan kehendaknya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat diprovinsi kepulauan dan tidak dimaksudkan untuk meminta otonomi khsusus. Tetapi hanya meminta perlakuan wajar pemerintah serta diwujudkannya melalui berbagai regulasi yang mengakui dan mengatur adanya perbedaan karakteristik wilayah kepulauan. Deklarasi ini juga seklaigus terbentuknya “ Forum Kerjasama Antara Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan”.

4 Oktober 2005, seluruh anggota Forum Kerjasama Antar Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan melaporkan pembentukan forum tersebut kepada Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. Dokumen pertama forum ini, diberi nama “masalah-masalah mendasar yang dihadapi oleh provinsi kepulauan” dan dokumen tersebut disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri kahir bulan Okrober 2005.

15 Desember 2005, forum menyelenggarakan “Seminar Nasional Provinsi Kepulauan di Jakarta” dengan melibatkan unsure akademisi, pemerintah, LEMHANAS, DPR RI dan tokoh masyarakat.

21-22 April 2006, anggota forum bertemu di Pangkal Pinang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dan telah berhasil merumuskan formula DAU (dana alokasi umum) yang dikenal dengan “Formula DAU Pangkal Pinang”. Yakni cara menghitung DAU dengan memperhitungkan luas wilayah laut. Formula DAu Pangkal Pinang kemudian telah disampaikan oleh forum pada pertemuannya dengan Panitia NAggaran DPR RI setelah terlebih dahulu menyampaikannya dalam rapat APPSI tanggal 22-24 Mei 2006 di Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat dan mendapat dukungan dari 33 provinsi sesuai dokumen.

September 2006, tjuh gubernur dan ketua DPRD provinsi kepulauan bertemu dengan Presiden Republik Indonesia di Batam serta mendapat dukungannya setelah mendengarkan dan menerima langsung pemikiran dari forum. Pikiran-pikiran yang disampaikan kepada Presiden terumus dalam dokumen yang diberi nama “Model Pembangunan Provinsi Kepulauan”.

Pada tanggal 14-16 Juni 2007 di Manado Provinsi Sulawesi Utara, dilaksanakannya Rapat kerja, sekaligus penyelenggaraan kegiatan Expo dan Pementasan Seni Budaya tujuh provinsi kepulauan. Rapat kerja tersebut mengahsilkan “Kesepakatan Manado” yang pada dasarnya mengkritisi metode penghitungan luas wilayah serta formulasi DAU yang dirasakan belum memenuhi rasa keadilan bagi provinsi-provinsi kepualuan dengan didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Terakhir,pada bulan Januari 2009 telah dilaksanakannya Rapat Tahunan Tim Teknis tujuh provinsi kepulauan di ternate, Maluku Utara. Dalam pertemuan ini dihasilkan dua hal utama yaitu menubah nama “Forum Kerjasama Antar Pemerintah Daerah Provinsi Kepualuan” menjadi “Badan Kerjasama Antar Pemerintah Daerah Provinsi Kepualuan”. Serta menyepakati rumput laut sebagai komoditas unggulan yang akan dikembangkan secara bersama-sama.

Lima elemen utama kejayaan pembangunan maritime Indonesia, antara lain:

1. Wawasan kelautan.

2. Kedaulatan nyata dilaut.

3. Industri kelautan yang kuat.

4. Tata ruang kelautan yang benar.

5. Sistem hukum kelautan yang lengkap dan terpadu.

UU No.32 tahun 2004, tentang penentuan batas wilayah laut. UNCLOS 1982, UUD 1945 pasal 25 A.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar