Sabtu, 02 April 2011

“OPTIMALISASI DPRD DALAM PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT”

Oleh : Bob Rusdin Abdullah Rumba, ST

Pasal 19 ayat (2) UU No.32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, menyatakan bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah Pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan rakyat daerah. Ketentuan ini menunjukan adanya hubungan kesetaraan antara pemerintah daerah dan DPRD dlam implementasi pelaksanaan tugas dan fungsinya masing-amsing.

Kewenangan yang dimiliki oleh DPRD merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan secara maksimal, guna menjawab kebutuhan masyarakat. Funsi legislasi, anggaran dan pengawasan yang dimiliki akan dapat berjalan secara baik jika lemabaga DPRD mampu mengoptimalkan seluruh potensinya.

a. Optimalisasi fungsi legislasi

Fungsi legislasi merupakan perangkat peraturan daerah sebagai dasar hukum bagi pemerintah daerah dalam memaksimalkan kebijakan daerah. Kebijakan-kebijakan tersebut haruslah yang berpihak kepada masyarakat yang berkomitmen terutama dalam pembahasan, penyusunan, perumusan peraturan daerah. Dalam pembahasan PERDAnya, DPRD dapat memaksimalkan mekanisme internal pembahasan antara lain melalui pembahasan pada tingkat komisi-komisiatau panitia legislasi, rapat kerja dan rapat dengar pendapat dengan instansi teknis, pembahasan dalam rapat paripurna DPRD, pandangan umum fraksi-fraksi dan sampai pada pengambilan keputusan persetujuan atau penolakan terhadap Rancangan Peraturan Daerah. Dalam perkembangan pembahasan Rancangan peraturan daerah, DPRD juga akan melakukan Studi Komparatif guna mengkaji substansi Rancangan peraturan daerah pada daerah alinnya yang memiliki karakteristik serupa dengan daerahnya. Mekanisme pembahasan rancangan peraturan daerah tersebut merupakan bagian dari strategi DPRD untuk memaksimalkan fungsi dan peran yang dimilkinya dalam rangka mengahsilkan produk peraturan daerah yang berkualitas serta mampu menjawab kebutuhan setiap bidang pembangunan.

b. Optimalisasi fungsi anggaran.

Dalam kerangka system penyelenggaraan pemerintah daerah, pengelolaan keuangan daerah merupakan subsisitem pemerintahan daerah yang sangat menentukan kberhasilan pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik.

Proses pengelolaan keuangan daerah yang dimulai dari tahap perencanaan anggaran, pelaksanaan, penatausahaan, sampai pada pertanggungjawabannya harus dilaksanakan secara baik dan benar sesuai dengan ketetntuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mengacu pada dokumen perencanaan yaitu Rencana Strategi Daerah (RENSTRADA) dan dokumen-dokumen perencanaan daerah lainnya serta indicator-indikator kinerja yang telah ditetapkan. Kaitannya dengan hal tersebut, DPRD sebagai lemabaga perwakilan rakyat senantiasa beruapaya untuk mengawal secara sunguh-sungguh seluruh proses yang dilakukan terkait dengan pengelolaan anggaran daerah.

Perencanaan anggaran daerah dilakukan setiapa tahunnya dalam bentuk APBD. APBD disusun untuk membiayai seluruh penyelenggaraan pemerintah daerah, pembangunan dan pelayanan public. Dimana keseluruhan program dan kegiatan yang direncanakan akan dibiayai lewat alokasi anggaran pada APBD. Alokasi anggaran yang tepat diharapkan dapat menjawab berbagai permasalahan actual yang dihadapi oleh daerah sehingga akan bermuara pada peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat.

Dalam proses pembahasan APBD, DPRD perlu memaksimalakan setiap proses pembahasan guna mengakomodir aspirasi masyarakat yang diwakilinya dalam fungsi control pembahasan yang sangat ketat dan mendalam. Pembahasan APBD diawali dengan penyerahan kebijakan umum anggaran (KUA) oleh pemerintah daerah. Pembahasan KUA dilakukan melalui beberapa tahap anatara lain; pembahsan pada tingkta fraksi-fraksi, pembahasan intern panitia anggaran dewan yang menghasilkan Daftar Inventaris Masalah (DIM). Dan pembahasan antara Panitia anggaran dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Selanjutnya persetujuan DPRD terhadap Naskah KUA ditetapkan dalam Nota Kesepakatan dengan pemerintah daerah. Berdasarakan KUA yang telah ditetapakan, proses selanjutnya adalah pembahasan prioritas dan plaffon anggaran sementara (PPAS) oleh pemerintah daerah. Mekanisme pembahasan dilakukan seperti pembahasan KUA. Pada tahap ini, dewan akan melihat berbagai program dan kegiatan yang diajukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Serta dilakukan kajian terhadap setiap indicator kinerja (input, output, outcome, benefit,dan impact), serta urgensi dari program atau kegiatan tersebut bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Persetujuan dewan terhadap PPAS ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepakatan terhadap PPA antara dewan dengan pemerintah daerah. KUA dan PPA yang telah disepakati dijadikan acuan dalam penyusunan batang tubuh RAPBD dan selanjutnya diserahkan oleh pemerintah daerah ke DPRD. Proses pembahasan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang ada seperti pembahasan KUA dan PPA.

Setelah Rancangan APBD diserahkan oleh pemda kepada DPRD untuk dibahas dan mendapatkan persetujuan, dilakukan pendalaman pada fraksi-fraksi dan menghasilkan Daftar Inventaris Masalah (DIM). Selanjutnya hasil dari setiap fraksi kompilasi menjadi daftar inventaris DPRD yang akan digunakan sebagai acuan dalam pembahasan antara Panitia Anggaran DPRD dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Apabila dalam RAPBD yang diajukan terdapat hal-hal yang tidak rasionil dan tidak proposional, maka DPRD dapat memanggil, meminta klarifikasi dari pemerintah daerah melalui rapat kerja atau rapat dengar pendapat dengan panitia anggaran atau dengan komisi-komisi sesuai dengan pembidangan tugas.

Dengan adanya kewenangan DPRD untuk memberikan persetujuan terhadap RAPBD yang diajukan maka posisi DPRD sebenarnya sangat kuat dan menentukan sehingga kemungkinan untuk terjadinya pemborosan, penyimpangan pada anggaran APBD sangat kecil.

Setelah APBD ditetapkan, DPRD akan melakukan pengawasan untuk melihat sejauh mana pelaksanaan anggaran tersebut telah sesuai dengan apa yang ditetapkan. DPRD akan terus mengontrol agar tidak terjadi penyimpangan, manipulasi bahkan korupsi terhadap dana APBD. Jika terjadi penyimpangan maka DPRD dapat meminta keterangan dari pejabat pelaksana dan jika ditemukan bukti-bukti, maka DPRD dapat memberikan rekomendasi kepada pihak yang berwenang untuk melakukan penyidikan. Dalam kaitan dengan peranan DPRD dibidang anggaran, maka pada setiap tahun anggaran, DPRD dapat berupaya untuk meningkatkan alokasi anggaran yang diperuntukkan bagi program-program penting dan strategis antara lain untuk menjawab masalah pengentasan kemisikinan, mengurangi angka pengangguran, penciptaan lapangan kerja, dan sebagainya. Oleh karena itu, DPRD mendorong pemerintah daerah untuk mengalokasikan anggaran yang memadai bagi pelaksanaan program-program pemberdayaan masyarakat.

c. Optimalisai fungsi pengawasan

Instrumen atau metode pengawasan yang dilakukan oleh DPRD antara lain:

1). Rapat kerja; yaitu rapat yang dilakukan untuk mengarkan pendapat/tanggapan pejabat pemerintah daerah terkait dengan permasalahan yang ditemukan oleh DPRD

2). Rapat Dengar Pendapat; yaitu rapat yang dilakukan dengan instansi/badan/lembaga lain diluar pemerintah daerah dengan tujuan untuk mendengarkan tanggapan/masukan sehubungan dengan masalah yang dibahas.

3). Kunjungan Kerja; yaitu kunjungan yang dilakukan untuk melihat, mengamati dan mendalami secara langsung serta untuk memperoleh data-data/fakta terkait dengan masalah yang terjadi pada obyek yang dijadikan sasaran pengawasan.

4). Pembentukan Panitia Khusus (PANSUS); yaitu pemebentukan panitia khusus untuk masalah-masalah tertentu yang dianggap penting dan butuh perhatian ekstra. Maka DPRD dapat membentuk panitia khusus untuk membahas masalah tersebut. Pemebentukan panitia khusus ini dilakukan melalui rapat paripurna DPRD.

Aktualisasi fungsi pengawasan yang dimiliki oleh DPRD diimplementasikan dalam bentuk kebijakan pengawasan sebagai berikut:

1). Pengawasan terhadap pelaksanaan PERDA dan peraturan kepala daerah.

2). Pengawasan terhadap kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah. Pengawasan terhadap Rencana Pembanguan Jangka Pendek Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dengan membentuk panitia khusus dan menggunakan hak interpelasi ketika adanya penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

3). Pengawasan terhadap perjanjian kerjasama internasional daerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar